Clayboration dalam Jogja Ceramic Fest 2023

Jogja Ceramic Fest (JCF) hadir sebagai ‘panggung’ helatan untuk menggencatkan dan
menyemarakkan kembali budaya keramik. Jogja Ceramic Fest yang diinisiasi oleh Nonton Bareng Indonesia bersama Citrus Studio dan Waton Art Studio berfokus pada interaksi antara pegiat keramik terhadap penonton atau peminatnya sehingga terjadi pemberdayaan komunitas keramik di Yogyakarta. Festival ini akan digelar di kompleks MuseumKu Gerabah Kasongan, Desa Gerabah Kasongan, Bantul. Festival ini dihadirkan melalui kolaborasi bersama dari berbagai pegiat keramik di Yogyakarta sebagai upaya dalam mengukuhkan posisi tawar keramik dalam arus seni budaya di daerah istimewa.
Kolaborasi menjadi titik berangkat spirit hadirnya festival ini. Sehingga Jogja Ceramic Fest perdana ini mengusung tajuk “Clayboration”. Melalui beragam rangkaian program aktivasi, Jogja Ceramic Fest: Clayboration mengundang perajin, seniman, budayawan hingga akademisi yang bergelut di dunia keramik untuk berpartisipasi aktif. Semangat kolektif-kolegial yang diambil dari budaya keramik masyarakat menjadi pendar api semangat perubahan dan kemajuan budaya keramik yang muncul dari komunitas masyarakat Kasongan sendiri.
Keramik telah menjadi budaya yang melekat dalam masyarakat Indonesia, hal ini dilihat dari bukti-bukti sejarah peradaban berupa tembikar, perhiasan, arca-arca terakota hingga candi batu-bata yang ditemukan di berbagai wilayah. Seiring dengannya, eksistensi seniman keramik sudah sejak lama menjadi bukti daya cipta sekaligus eksplorasi budaya keramik di Indonesia. Keramik telah merasuk dalam sendi hidup masyarakat, dari pemenuhan kebutuhan domestik hingga menjadi penopang ekonomi. Yogyakarta menjadi salah satu wilayah berkembangnya budaya dan estetika keramik, terbukti dengan adanya sentra keramik yang terkenal yakni Kasongan. Masyarakat Kasongan telah mewarisi ragam kerajinan tanah liat, sehingga diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pelaku keramik sendiri kian beragam keahlian dan pengalamannya, hingga merebak di sektor pendidikan.
Namun histori panjang keramik dan daya tarik wisata sebagai komoditas saja tak cukup. Regenerasi dan ketersediaan bahan baku menjadi persoalan yang perlu disoroti. Rumah kreatif keramik di Yogyakarta pun cenderung soliter. Dalam helatan seni, keramik acapkali kurang memiliki panggungnya sendiri, ia berada di antara eksistensi seni rupa atau seni kriya. Sayangnya fakta ini berbenturan dengan semangat kreasi dan peminat/penonton keramik yang tinggi