A Tribute to Giacomo Puccini di Yogyakarta

Taman Budaya Yogyakarta (TBY) tampak lebih ramai daripada biasanya, pada Sabtu malam (21/09). Antrean mengular sejak sore. Tampak pengunjung berkain batik dan berpakaian semi-formal, kebanyakan berusia 20-an dan 30-an.
Sekitar 700 orang mengantre untuk registrasi A Tribute to Giacomo Puccini. Inilah program kerja sama antara Kraton Jogja dengan Kedutaan Besar Italia, dalam rangka memperingati hubungan diplomatik antara Republik Italia dan Republik Indonesia.
Sebelumnya, acara serupa sudah diadakan di Aula Simfonia Jakarta, bersama dengan Instituto Italiano Di Cultura, pada 14 September 2024 lalu.
A Tribute to Puccini merupakan kolaborasi antara Yogyakarta Royal Orchestra, dengan konduktor Margherita Colombo, penyanyi soprano Carmen Lopez, dan penyanyi tenor Alessandro Fantoni. Ketiganya berasal dari Italia, dan ternama dalam bidangnya: opera dan orkestra.

Malam itu seluruh kursi di Concert Hall terisi penuh. Bahkan masih ada beberapa pengunjung yang rela duduk di karpet merah berdebu, demi bisa menyaksikan langsung aria karya Puccini di Taman Budaya Yogyakarta. Suhu ruangan yang panas tanpa pendingin, tak mengurangi antusiasme para penonton.
Saat melihat ke sekeliling, tampak kain beludru merah dengan ornamen logo Kraton Jogja, terpasang di dinding Concert Hall. Jika kembali ke awal abad ke-19, tentu hiburan orkestra internasional seperti A Tribute to Puccini hanya bisa disaksikan oleh keluarga Kraton. Kini, warga Yogyakarta bisa menyaksikan orkestra internasional secara gratis, tanpa pandang bulu.
Akses area Concert Hall ditutup pada pukul 19.00 WIB. Para penonton tampak tak sabar mendengar suara merdu Carmen Lopez dan Alessandro Fantoni. Tak lama berselang, suara lantang abdi dalem “Rawuuh!”, menandakan Ngarso Dalem beserta keluarga Kraton Jogja sudah tiba di Concert Hall. Seluruh penonton berdiri menyambut. Setelah itu, tiba waktunya A Tribute to Puccini dimulai.
Yogyakarta Royal Orchestra mengenakan seragam berwarna hijau dan merah. Konduktor Margherita Colombo pun memasuki panggung mengenakan kemben khas Jogja, lengkap dengan sanggul. Meski begitu, gerak dinamis sang maestro langsung menghidupkan Yogyakarta Royal Orchestra malam itu.
Penampilan pertama dibuka dengan suara tenor dari Alessandro Fantoni, disusul dengan soprano Carmen Lopez. Pada kesempatan kali ini, mereka membawakan beberapa aria paling terkenal dari Puccini, antara lain La Boheme, Madama Butterfly, Tosca, dan Turandot.
Sebagai informasi, selama pertunjukkan, tersedia running text aria beserta terjemahannya di atas panggung, sehingga memudahkan penonton untuk memahami aria yang dibawakan.
Jika dirangkum, aria tersebut menceritakan dua sejoli yang saling memperkenalkan diri dan jatuh hati. Aria dalam opera memang termasuk hiperbola, dramatis, dan puitis. Suara soprano dan tenor kedua penyanyi pun menambah megah suasana A Tribute to Giacomo Puccini di Yogyakarta.
Berbicara tentang karya Puccini, Ia terkenal dengan aria aliran verismo. Aria verismo umumnya menceritakan realita kehidupan masyarakat kelas menegah ke bawah di Italia, sehingga lebih dekat dengan keseharian, dibandingkan dengan aliran romantik yang sarat mistik dan sejarah.
Aria opera menurut saya serupa dengan dialog dalam pementasan wayang wong, keduanya sama-sama menceritakan dramaturgi dengan bahasa yang indah. Hanya saja, opera ditampilkan dalam bentuk konser orkestra, sedangkan wayang wong menampilkan sendratari diiringi gamelan.
A Tribute to Giacomo Puccini di Yogyakarta menciptakan suasana seolah penonton sedang berada di concert hall Italia. Meski berbeda bahasa, keindahan musik dan merdunya suara para musisi Italia sungguh menggugah jiwa para penontonnya.
Tak perlu jauh ke Italia, cukup duduk manis menyaksikan Carmen Lopez dan Alessandro Fantoni adu suara merdu di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Diiringi dengan Yogyakarta Royal Orchestra dan arahan maestro Margherita Colombo, tentu ini menjadi momen tak terlupakan bagi siapapun yang menontonnya.