Menulusuri Arti Ramalan Melalui Karya Seni di ARJOG 2024

Menulusuri Arti Ramalan Melalui Karya Seni di ARJOG 2024

ARTJOG 2024 – Motif: Ramalan sudah resmi dibuka dan dapat dikunjungi hingga 1 September 2024. Tema Ramalan yang diangkat tahun ini mencakup pengertian yang cukup luas. Tidak hanya berbicara tentang masa lalu, masa kini dan masa depan dalam bidang seni, namun juga kehidupan secara umum. Ramalan merupakan pola imajiner yang menghubungkan persilangan antara waktu lampau, hari ini dan esok.

Bagi seniman, ramalan adalah imajinasi dan daya prediksi yang menggerakkan kreativitas dalam proses mencipta. Gagasan tema Ramalan ini juga tidak hanya bermaksud untuk emastikan nujum atau ramalan para peramal di masa lalu, akan tetapi tema ini menawarkan kesempatan bagi kita untuk membayangkan kembali Gambaran peristiwa dan harapan menuju hari esok.

Program baru tahun ini yang di usung oleh ARTJOG adalah Love ARTJOG.  Love ARTJOG sebagai sebuah gerakan dan ruang inisiatif untuk menumbuhkan, mendorong, dan memperluas kesadaran bersama tentang kesetaraan dan kebersamaan. Perumusan gagasan ini telah dimulai sejak tahun 2021, mengedepankan rasa cinta dan kasih sayang yang universal terhadap sesama, sekaligus mendorong cita-cita sebuah festival yang diselenggarakan oleh semua, dari semua, dan untuk semua.

“Sekarang ini kita berbicara yang baru tentunya ya, satu kebanggan bagi saya bagi temen-temen tentang program yang sudah ada sejak 2022. Sekaran ada program kesetaraan Love Artjog. Kita juga menggandeng sponsor, sebenarnya ARTJOG juga bagian dari kesetaraan. Ada juga ARTJOG KIDS Award yang diberikan di hari lain, tidak saat pembukaan,” uangkap Direktur ARTJOG, Heri Pemad saat press conference di JNM, Jumat (28/06).

Tahun ini ARTJOG secara khusus mengundang seiman Agus Suwage dan Titarubi sebagai seniman komisi dengan karya berjudul Suara Keheningan (2024). Karya keduanya bisa langsung dilihat pengunjung karena berada di bagian depan. Berupa Kumpulan telingan dan padi dengan berbagai nama. Sungguh merupakan Paduan yang unik ketika masuk ke dalam ruang pamer. Bahkan, satu ruangan khusus dibuat layaknya persawahan dengan padi yang masih muda.

Agus Suwage menampilkan object-objec telinga manusia sebagai symbol Indera manusia yang sangat ‘toleran’ di lingkungan sosial kita yang bising. Di sisi lain, hanya dengan Indera pendengaran kita dapat menguji pengalaman ketubuhan dan mengalami keheningan. Di ruangan yang sama, Titarubi menumbuhkan berbagai jenis padi yang diiringi rekaman doa, pepatah dan pujian dari kelompok masyarakat adat yang dapat didengarkan di beberapa ruangan. Karya ini setidaknya mewakili bagaimana manusia memahami sebuah ramalan, sebagaimana doa merupakan harapan terhadap situasi diinginkan dimasa mendatang.

ARTJOG 2024 juga menampilkan karya-karya dari Jun Kitazawa (Jepang), Kolektif Menyusur Ekoprawoto, kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma dan (alm) Gunawan Maryanto, serta On Kawara. Secara singkat, Jun Kitazawa menghadirkan kembali gumpalan besi pesawat tempur hayabuza (artinya elang) menjadi sebuah laying-layang berekor panjang yang dapat diterbangkan. Kitazawa ingin menghadirkan kembali fragmen pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945. Pada ekor laying-layang ia menampilkan Kumpulan ingatan para orang tua yang mengalami masa penjajahan tersebut. Layang-layang raksasa ini dipamerkan pada ruangan ARTJOG KIDS.

“Ini saya pamerkan pesawat tapi bentuk layang-layang. Jadi di dalam riset beberapa tahun ini, di museum pesawat di Jogja ternyata itu konek dengan Sejarah saya, saya dari jepang. Rencana saya project ini masih ongoing, masih lanjut. Semoga akan terbang di pantai Parangkusumo,” ungkap Kitazawa.

Kolektif Menyusur Eko Prawoto menyuguhkan sebuah instalasi bambu berjudul Leng (2008), karya yang menandai (alm) Eko Prawoto di ranah seni rupa. Kary aini terdiri dari susunan bambu yang berada diantara posisi ambang atau di antara yang memadukan teknik pertukangan dan keindahan. Mendekatkan kerasnya materi dan ungkapan puitis , serta melahirkan kesinambungan antara kedekatan dan jarak.

Kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma dan (alm) Gunawan Maryanto menghadirkan karya alih wahana dari pembacaan serat Centhini khususnya dalam bagian Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, terjemahan Elizabeth D. Inadiak tahun 2002 dalam bahasa Perancis. Secara visual, instalasi ranjang dan kelambu dihadirkan melalui kolaborasi dengan Iwan Yusuf.

 

 

 

 

 

 

\

Kazebara

Suka menulis dan menikmati hidup saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *