Papermoon Puppet Theatre, Sungai, dan Stream of Memory

Papermoon Puppet Theatre, Sungai, dan Stream of Memory
Kali, boneka raksasa dalam pementasan visual "Stream of Memory" di Laboratorium Seni ISI Jogja (14/12/2023).

Kali, boneka raksasa dengan mata sayu berjalan ke panggung. Sosoknya menggambarkan wajah sungai hari ini. Tua, penuh intrik mistik, dan terlupakan zaman.

Papermoon Puppet Theatre di ISI Jogja

Malam itu, area Laboratorium Seni Institut Seni Indonesia (ISI) di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, tampak ramai.

Biasanya, area itu tertutup rapat dari pengunjung eksternal, dan hanya terbuka saat ada pementasan saja.

Untuk pertama kalinya, saya datang ke Laboratorium Seni Institut Seni Indonesia (ISI) bersama seorang teman yang memang berkuliah di sana. Teman saya hafal betul area tersebut. Saya menurut saja sampai tiba di lokasi.

Setibanya di lokasi, tak banyak orang yang saya kenal di sana.

Saya pun langsung memasuki area lobby yang sudah dipasangi instalasi puppets dari pementasan visual “Stream of Memory” pada Kamis malam (14/12/2023).

Setelah asyik memotret beberapa instalasi puppets dan rumah panggung, saya bertemu beberapa teman sesama tamu undangan.

Rupanya, malam itu adalah gladi resik pementasan visual “Stream of Memory” yang akan dipentaskan spesial pada tanggal 15 – 17 Desember 2023.

Hanya segelintir orang yang datang malam itu, mereka adalah para jurnalis yang diundang untuk meliput gladi resik pementasan perdana “Kali – A Stream of Memory” di Indonesia.

Selanjutnya, ada rombongan keluarga, lansia, tamu usia 30-an, dan anak-anak usia SD.

Mereka adalah keluarga puppeteers, sekaligus para murid Sekolah Gajahwong yang berpartisipasi dalam proses kreatif “Stream of Memory”. Anak-anak tersebut tetap semangat, meski seharusnya sudah waktunya bagi mereka untuk tidur.

Pukul 19.30 WIB, para tamu undangan serentak memasuki auditorium. Lengang dan luas. Saya melihat deretan bangku kosong. Hal ini membuat saya membayangkan betapa riuhnya pementasan ini saat dipadati penonton.

Rombongan keluarga dipersilakan duduk lesehan di dekat panggung.

Sedangkan para jurnalis duduk di bangku terdekat dari panggung. Saya dan teman-teman memilih duduk di bangku strategis, agar bisa menyaksikan “Stream of Memory” yang sebelumnya sudah tampil di Singapura.

Sungai, Boneka, dan Kisah-Kisahnya

Pada adegan pembuka, muncul tiga pemancing dengan jaket hitam bertudung dan topeng besar khas Papermoon Puppet Theatre.

Ketiga tokoh pemancing tersebut mementaskan diri di tengah kerumunan penonton yang duduk lesehan. Tanpa suara, gerak tubuh ketiga pemancing tersebut sangat jenaka dan berhasil membuat penonton tertawa.

Adegan pembuka menggambarkan desa pemancing di area sungai, yang menjadi latar utama pementasan visual “Stream of Memory” karya Papermoon Puppet Theatre.

Latar sungai tersebut digambarkan dengan video mapping, efek suara, ditambah dengan efek pencahayaan yang dramatis.

Menurut penuturan Co-Artistic Director Maria Tri Sulistyani atau yang akrab disapa Ria Pepermoon, latar sungai dalam “Stream of Memory” terinspirasi dari pemandangan lembah yang indah di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kali, Personfikasi Sungai yang Terlupakan

Babak selanjutnya yang menarik bagi saya adalah babak pertama kemunculan tokoh Sang dan Jun. Kedua boneka anak perempuan dan anak laki-laki ini tampak begitu hidup dan bernyawa.

Tentu ini berkat para puppeters Anton Fajri, Beni Sanjaya, Ega Kuspriyanto, Hardiansyah Yoga Pratama, Muhammad Alhaq, dan Pambo Priyojati. Mereka sangat passionate dan berdedikasi dalam pementasan “Stream of Memory”.

Saya dibuat takjub dengan efek suara dan efek pencahayaan pada babak ketiga. Emosional sekali.

Babak tersebut menggambarkan tokoh Sang dan pertemuannya dengan tokoh spiritual, seorang raksasa bernama Kali. Kali sendiri adalah personifikasi dari eksistensi sungai besar yang terlupakan seiring zaman.

Tokoh Kali inilah yang menjadi highlight pementasan visual “Stream of Memory”.

Menurut penjelasan Ria Papermoon, tokoh Kali adalah boneka setinggi 3,5 meter yang terbuat dari kantong plastic bekas, kertas, dan rotan.

Dalam proses kreatif dalam pembuatan puppets, Papermoon Puppet Theatre berkolaborasi dengan TacTic Plastic.

TacTic Plastic adalah studio kreatif pengolahan limbah plastik, sekaligus Gerakan pelestarian lingkungan multidisiplin di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Kami berkomitmen menggunakan material yang mudah di-recycle dan diterima bumi. Kalau teman-teman ada yang ingin menyumbangkan plastik bekas, kami akan mengubahnya menjadi sesuatu,” ujar Ria Papermoon saat menghadiri gladi resik “Stream of Memory” di Laboratorium Seni ISI.

Ria Papermoon juga menceritakan bahwa “Stream of Memory” merupakan memori kolektif dari anak-anak dari Sekolah Gajahwong.

Sekolah Gajahwong terletak dekat dengan Sungai Gajahwong, atau dalam bahasa Jawa disebut Kali Gajahwong.

“Anak-anak di bantaran sungai di Jogja senang bermain burung dara, ini khas Jogja sekali. Tokoh Sang digambarkan sebagai anak perempuan yang serba bisa, karena Ia bisa melakukan hal-hal yang biasanya tidak dilakukan seorang anak perempuan,” tutur Ria Papermoon saat menceritakan latar belakang tokoh Sang yang membawa pagupon (istilah sarang burung dalam bahasa Jawa).

Baca juga: Mewarisi dan Merawat Nyala Seni di Yogyakarta

Kolaborasi Indonesia – Singapura

Puppetry dan dance ini bekerja sama dengan Esplanade – Theatres on the Bay Singapore. Kolaborasi Indonesia – Singapura ini digawangi oleh Papermoon Puppet Theatre.

Sebagai informasi tambahan, “Kali – A Stream of Memory” dihidupkan oleh 6 puppeteers dari Papermoon Puppet Theatre dan 4 penari dari Singapura.

Pementasan terbesar perdana dari Papermoon Puppet Theatre ini diusung oleh Co-Artistic Director Maria Tri Sulistyani dan Iwan Effendi.

Selanjutnya, ada Yennu Ariendra (Composition & Sound Design), Gilang Kusuma (Multimedia Design), Retno Intiani (Costume Design), Dapheny Chen (Choreography), dan James Tan (Lighting Design).

“Kali – A Stream of Memory” adalah pementasan penutup tahun 2023 yang akhirnya bisa dipentaskan di Yogyakarta, Indonesia. Rencananya, visual performance ini akan dipentaskan di beberapa negara lainnya.

Farras Hasna Taqiyya

Farras Hasna Taqiyya senang belajar hal baru lewat feature. Belajar menulis sejak 2013 di surat kabar lokal. Kini merambah ke SEO content writing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *