Tak Hanya Cantik, Fespin 2019 Dukung Pelestarian Payung Tradisional

Tak Hanya Cantik, Fespin 2019 Dukung Pelestarian Payung Tradisional
Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 | Fotografer Jalu Tajam

Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 hari pertama berlangsung meriah di Candi Prambanan, Yogyakarta. Tahun ini, Fespin tidak hanya akan menampilkan payung dari Nusantara saja, namun juga dari lima negara yaitu Indonesia, Jepang, Thailand, Spanyol dan India.

Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 yang berlangsung selama 3 (tiga) hari sejak tanggal 6 hingga 8 September 2019, tahun ini mengambil tema “Sepayung Daun”. Fespin 2019 tidak hanya mengadakan pameran saja, namun juga pertunjukan dan workshop.

Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 | Fotografer Jalu Tajam
Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 | Fotografer Jalu Tajam

Digadang-gadang, Fespin 2019 akan menampilkan karya dari 50 kelompok pengrajin dan penggiat craft, di mana setiap kelompok terdiri dari 5 hingga 30 orang. Mereka datang dari beberapa daerah seperti Yogyakarta, Klaten, Banyumas, Kendal, Malang dan Tasikmalaya. Ada juga perwakilan payung tradisi dari Sawahlunto (Sumatera Barat) dan Klungkung (Bali).

“PT TWC melalui Candi Prambanan memiliki komitmen dalam membudayakan payung di kalangan wisatawan”, ujar General Manager Unit Candi Prambanan, PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Aryono Hendro kepada rekan media, Jumat (6/9).

Aryono juga berkomentar bahwa payung bukan hanya berfungsi sebagai pelindung saat hujan dan panas. Lebih dari itu, sejarah payung tradisional di Nusantara memiliki jejak panjang yang beriringan dengan peradaban Nusantara.

“Payung di Indonesia, terlebih payung tradisional, memiliki sejarah panjang di peradaban Nusantara,” katanya.

Dalam budaya Jawa, payung atau songsong (sebutan dalam bahasa Jawa krama inggil) menjadi penanda kasta sosial. Misal saja, payung untuk seorang raja, direpresentasikan dengan hadirnya simbol-simbol gubeng, bawat dan agung. Ini ditandai dengan payung yang bersusun 3 (tiga). Beda lagi untuk para pangeran, payungnya direpresentasikan dengan songsong (payung) gilap.

“Payung memang menjadi sebuah tradisi yang luar biasa. Posisinya sangat tinggi di beberapa kalangan, bahkan menjadi simbol strata sosial. Lebih detailnya, silahkan datang ke Festival Payung Indonesia 2019 ini. Apalagi, Jumat ini baru dibuka,” ujar Direktur Program Festival Payung Indonesia 2019 Heru Mataya.

Beragam keunikan ditawarkan payung-payung khas Juwiring, Klaten. Daerah Juwiring identik sebagai penghasil payung kertas sejak 1965. Pada eranya, hasil produksi payung Juwiring sudah diekspor ke mancanegara. Bahan bakunya Bambu Wulung hingga Kayu Mahoni atau Kenanga. Warnanya beragam. Coraknya khas dengan galur bunga hingga dekoratif.

Keunikan juga ditawarkan payung tradisional khas Kendal. Kendal memiliki beberapa sentra penghasil payung tradisional seperti Kampung Ngaglik di Kaliwungu. Jenis yang dikembangkannya itu berupa payung kertas dengan rangka utama bambu.

Membutuhkan waktu lama membuatnya, prosesnya pun diawali dengan membuat jari-jari dari bambu. Setelah dirangkai dan diikat dengan tali, baru ditempel kertas. Setelah payung jadi, proses berikutnya finishing. Sentuhan hiasan berupa lukisan diberikan. Motifnya pun beragam dengan acuan bunga, daun, hingga hewan.

Sedangkan sejarah panjang dimiliki industri payung tradisional Banyumas. Payung diperkirakan sudah berkembang sejak 1838 di Banyumas. Tumbuh bersamaan dengan pembangunan Pabrik Gula Kalibagor. Kalibagor kala itu, menjadi salah satu sentra industri dasar payung kertas.

Keunikan lain pun ditawarkan payung tradisi khas Klungkung, Bali. Payung tidak lagi sekedar payung. Di Klungkung, payung memiliki fungsi sebagai pendukung upacara adat, pernikahan, dekorasi, juga souvenir. Coraknya pun beragam lengkap dengan ornamen detail yang artistik.

Demikian pula dengan payung tradisi khas Sawahlunto. Mengedepankan konsep kertas, payung khas Sawahlunto tampil lebih eksploratif dan artistik. Payung Sawahlunto memiliki bagian dengan lubang-lubang khusus. Lalu, ujungnya dibuat meruncing. Meski lekat dengan warna tradisional, Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 tetap memberi slot bagi warna lain seperti payung pararupa, rajut & kain perca, kreasi kampar, lontar juga batik Tegal.

Panitia Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 Iman Istiyanto Utama mengungkapkan bahwa festival payung Indonesia yang digelar Mataya Arts, Heritage Surakarta bekerjasama dengan TWC Candi Prambanan bertujuan sebagai upaya melestarikan payung tradisi Indonesia terutama para pengrajin payung.

“Selain itu, candi juga merupakan bagian dari identitas lokal ke-Indonesiaan sehingga mendorong kunjungan wisatawan nusantara dan terutama wisatawan manca negara”, papar Iman.

Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 | Fotografer Jalu Tajam
Festival Payung Indonesia (Fespin) 2019 | Fotografer Jalu Tajam

Aryono berharap dengan adanya kerjasama antara PT TWC dan Komunitas Payung melalui Festival Payung Indonesia (Fespin) akan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Candi Prambanan. “Event ini akan memberi dampak luar biasa, tentu harapan kita mendongkrak kunjungan di Prambanan agar lebih baik”, ungkapnya.

“Dengan adanya festival ini harapannya ya bisa menambah semarak kunjungan wisata di Candi Prambanan, sehingga pengunjung bisa melihat corak budaya masing-masing daerah termasuk jenis payung dalam festival”, pungkas Aryono menutup wawancara.

admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *